SEPATU BOOT DAN FETISHISME PADA BIKERS

  • Anwar Hidayat AKADEMI TEKNOLOGI KULIT YOGYAKARTA
Abstract views: 408 , pdf downloads: 369
Keywords: motorcycle community, boots, fetishism

Abstract

The rise of motorcycles in Indonesia, triggered the emergence of motor communities. The existence of these communities cannot be separated from the attributes worn like a vest, gloves, and boots. This study aims to find out why a lot of boots worn by the biker community. The method used in this research were qualitatif which Kawasaki Ninja Community in Yogyakarta as case study approach. Fetishism theory used, based on the theories of Karl Marx and Jean Baudrillard, which were to review the theory of commodity fetishism in which revealing about the use value, exchange value, symbolic value and sign value on the boots. The result shows use value of boots in this community was that these shoes protected feet of the risk of collision, sprains, and protected feet from hot engine. In addition,it is to
facilitate the rider in performing activities gearshift. Exchange value of boots was that synthetic materials were commonly used by the community since leather boots more expensive than synthetic materials. Symbolic values that arises is the existence of a social status that distinguishes between the large capacity of Kawasaki Ninja (250 cc and above) with the others, which confirms the existence of their boots were more exclusive. Sign value that appear was the need to identity that distinguishes the model selection type of sports shoes which deliver the message as well as the motorsport rider.

Maraknya jumlah sepeda motor di Indonesia, turut memicu munculnya komunitas-komunitas motor. Keberadaan komunitas tersebut tidak terlepas dari atribut yang dikenakan seperti rompi, sarung tangan, dan terutama sepatu boot. Kajian ini bertujuan untuk mencari tahu mengapa sepatu boot banyak dipakai oleh komunitas bikers tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada Komunitas Kawasaki Ninja di Yogyakarta. Teori Fetishism yang digunakan, mengacu pada teori dari Karl Marx dan Jean Baudrillard, dimana teori tersebut mengulas pada fetisisme komoditas yang didalamnya mengungkap tentang nilai guna, nilai tukar, nilai simbolik dan nilai tanda pada sepatu boot yang dikenakan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa
nilai guna sepatu boot pada komunitas ini adalah sepatu tersebut melindungi kaki dari resiko benturan, terkilir, dan melindungi kaki dari panas mesin. Selain itu juga untuk mempermudah pengendara dalam melakukan aktifitas perpindahan gigi. Nilai tukar dari sepatu boot yang digunakan adalah bahwa komunitas ini banyak menggunakan sepatu motorcycle boot yang menggunakan bahan sintetis karena sepatu boot berbahan kulit lebih mahal harganya. Nilai simbolik yang muncul adalah adanya status sosial yang membedakan antara motor Kawasaki Ninja yang berkapasitas besar (250 cc ke atas) dengan motor lainnya, dimana sepatu boot menegaskan keberadaan mereka secara lebih eksklusif. Nilai tanda yang muncul yaitu adanya kebutuhan identitas yang membedakan dengan pemilihan
model sepatu bertipe sport yang memberikan pesan kecepatan seperti halnya pembalap motorsport.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Baudrillard, Jean. (1970), La Societe do Consommation atau Masyarakat Konsumsi, terjemahan Wahyunto. (2004), Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Demello, Margo. (2009), Feet and Footwear: a Cultural Encyclopedia, ABC-CLIO LLC, California.
Marx, Karl (1867). Das Kapital I atau Kapital I : Proses Produksi Kapital, terjemahan Oey Hay Djoen (2004), Hasta Mitra, Jakarta.
Robinson, Andrew. (2009), In Theory – Karl Marx’s Fetishisms, Routledge.
Steele, Valerie. (1998), Shoes: A Lexicon of Style, Scriptum Editions, UK.
Sutomo, Greg (2003), Kritik Seni Kritik Kesadaran, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Published
2020-10-14
How to Cite
Hidayat, A. (2020). SEPATU BOOT DAN FETISHISME PADA BIKERS. Jurnal Kreatif : Desain Produk Industri Dan Arsitektur, 1(2), 13. https://doi.org/10.46964/jkdpia.v1i2.106